Iklan


 

Proyek TPO Penahan Abrasi Mampie Polman Dikeluhkan

Minggu, 16 Juni 2019 | 22:57 WIB Last Updated 2019-06-16T14:59:56Z
Lokasi Proyek dan Tampak Awak Media
Bersama Konsultan
Baju Putih Konsultan dan Pelaksana Kerja
Lokasi Pembangunan TPO Kedua
POLEWALITERKINI.NET – Dua titik proyek Tanggul Pemecah Ombak (TPO) penahan abrasi di pantai Mampie, Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polman, Provinsi Sulawesi Barat, dikeluhkan warga.

Pasalnya, proyek Balai Wilayah Palu, Sulteng, yang dikerjakan CV. Triga Cipta Abadi tersebut dinilai banyak menggunakan batu breker (Batu Yang Dipecahkan).

Proyek penahan abrasi tersebut berdasarkan papan proyek dianggarkan sebesar Rp. 7. 428.419.000 dengan waktu pelaksanaan 300 hari kalender tahun 2019,  2 titik pembangunan tanggul penahan abrasi ini berada di lokasi yang berdekatan.

Salah satu, Warga Polewali, Asyari mengungkapkan, pada saat meninjau langsung lokasi proyek ia melihat banyaknya penggunaan batu kecil atau batu gajah yang sudah di breker (Dipecahkan) digunakan pada pembuatan TPO ini, sehingga dirinya menilai secara teknis batu breker otomatis urat batunya sudah goyang bahkan berpotensi gampang mengalami pelapukan.

"Batu breker sebenarnya sudah tidak layak digunakan untuk pembuatan tanggul penahan abrasi lebih baik menggunakan batu gajah bulat yang memang sudah terbentuk dari proses sedimentasi batuan alami." Ujarnya, saat ditemui, Minggu 16 Juni 2019.

Menurut Asyari, batu gajah yang masih bulat alami mudah menyatu dengan terumbu karang yang ada di laut, Kata dia,  pada proyek TPO sejenis yang dikerjakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD) kualitasnya lebih bagus karena lebih dominan menggunakan batu gajah.

"Nah, disinilah kekurangan batu breker gampang lapuk, Apalagi kalau kena air laut bisa mempengaruhi pelapukan batu."
Ungkap Asyari.

Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Konsultan proyek TPO Mampie, Mawardin membenarkan jika batu yang paling banyak digunakan adalah batu yang berasal dari Sekka-sekka, Kecamatan Mapilli, Kendati demikian , pihaknya juga tetap menggunakan batu gajah yang sudah terbentuk secara alami.

"Yang disini (tahap II) ini kita lebih banyak menggunakan batu yang terbentuk secara alami disana dibandingkan dengan di tahap pertama yang telah selesai dikerjakan karena  pada pekerjaan tahap 1 (pertama) volumenya memang lebih kecil dibanding yang ke 2." Terang Mawardin saat ditemui di Lokasi proyek. Jumat, 14 Juni 2019.

Dia menambahkan, ke 2 pekerjaan ketinggiannya sama yakni dengan elevasi 2. Proyek APBN tersebut juga menggunakan timbunan tanah pada bagian tengah, Mawardin juga menyampaikan jika hal itu dilakukan karena untuk pembuatan jalan yang akan dilalui alat berat.

"Tapi setelah dirampungkan tanahnya akan disiram." Beber Mawardin.

Dia menegaskan, berdasarkan spesifikasi batu kecil yang digunakan jaraknya kurang dari satu meter sebagai pengunci sementara tetapi di atas satu meter barulah kemudian menggunakan batu gajah.

"Proyek ini dominan dikerjakan alat berat termasuk untuk pemasangan batu pengancing dan kalaupun ada tenaga manusia paling satu orang yakni helpter yang juga bertindak.” Katanya.

Ditempat yang sama, Pelaksana proyek, Reski mengatakan, penggunaan batu berukuran kecil hanya digunakan sebagai pengancing saja.

"Batu kecilnya kita gunakan sebagai pengancing karena tidak mungkin juga menggunakan batu besar semua." Tandasnya.

Laporan  : Achmad Gazali

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Proyek TPO Penahan Abrasi Mampie Polman Dikeluhkan

Trending Now

Iklan

iklan