![]() |
Bawaslu Kabupaten Polewali Mandar menggelar kegiatan fasilitasi pembinaan dan penguatan kelembagaan. (Foto : Nadi). |
PolewaliTerkini.Net - POLMAN - Rencananya Komisi 2 Bidang Pemerintah Dalam Negeri, Pertanahan dan Pemberdayaan Aparatur Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, akan melakukan revisi Undang-undang Pemilihan Umum (Pemilu).
Sehingga diharapkan dapat semakin menguatkan kelembagaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai salah satu penyelenggara Pemilu demi meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Demikian sampaikan Koordinator Tenaga Ahli Komisi 2 DPR Republik Indonesia, Abrar Amir. Sebagai pemateri pada acara Fasilitasi Pembinaan dan Penguatan Kelembagaan, yang digelar Bawaslu Kabupaten Polman.
Kegiatan itu berlangsung di salah satu Hotel di Kelurahan Polewali, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polman. Kamis, 18 September 2025.
"Berdasarkan rapat evaluasi Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah yang di DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, DKPP serta mengundang sejumlah Gubernur, Bupati dan Walikota. Perlu adanya revisi UU Pemilu, yang menguatkan lembaga Bawaslu." Ungkapnya.
Dilanjutkan Koordinator Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI. Dari hasil evaluasi Pemilu 2024 dimana penyelenggara masih perlu pembenahan di dalam penyelenggaraan Pemilu.
Di antaranya verifikasi partai politik yang dinilai berpihak pada partai politik tertentu dengan sangat sulitnya partai politik baru untuk lolos pada tahapan verifikasi partai politik peserta Pemilu.
Dimana verifikasi partai politik semestinya dilakukan secara bertingkat yang tidak langsung meloloskan partai politik tertentu. Sebagaimana dibuktikan dengan banyak aduan dugaan pelanggaran verifikasi partai politik dari kelompok koalisi sipil sosial society.
Sehingga regulasi Undang-Undang Pemilu perlu diubah menjadi satu Undang-Undang.
"Pelanggaran verifikasi partai politik diadukan kelompok koalisi sipil dengan mudahnya meloloskan partai politik tertentu. Padahal persyaratan sesuai Undang-undang Pemilu, partai politik tersebut juga tidak memenuhi syarat, maka perlu diubah Undang-undang Pemilu dan Undang-undang Pilkada, menjadi satu Undang-undang." Tegasnya.
Dilanjutkan Koordinator Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI. Banyaknya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada saat berjalannya tahapan Pemilu, yang menggangu tahapan sementara berjalan.
Dimana tahapan dan jadwal Pemilu sudah diatur waktunya. Seperti pada tahapan penetapan Calon Legislatif (Caleg) yang tidak sesuai kuota 20 persen untuk Caleg prempuan.
Berbeda kesepakatan antara Menteri Dalam Negeri dengan KPU yang tidak punya ketentuan syarat kuota keterwakilan perempuan.
Sehingga kedepan Undang-undang Pemilu untuk diubah pada tahapan Pemilu mulai pendaftaran partai politik hingga penetapan hasil Pemilu yang dapat molor waktunya yang tidak sesuai dalam Undang-undang Pemilu.
"Putusan MK pada saat berjalannya tahapan Pemilu, menggangu tahapan sementara berjalan. Sebab tahapan dan jadwal Pemilu sudah diatur waktu, maka itulah perlu ada perubahan Undang-undang." Tegasnya.
Diuraikan Koordinator Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI. Penyelenggara Pemilu, KPU, Bawaslu dan DKPP. Masih dinilai tidak profesional, integritas, tidak netral dengan banyak pengaduan yang masuk DKPP.
Dimana penyelenggara diduga menjadi agen partai politik, Caleg diduga melakukan jual beli suara.
Oleh karena itu penyelenggaraan lembaga negara sepenuhnya bertindak profesional, punya sertifikasi tersendiri tentang penyelenggaraan Pemilu.
Sehingga masukan kepada KPU dan Bawaslu orang-orang yang memiliki kapasitas dalam penyelenggaraan Pemilu.
Begitupula regulasi berapa hal-hal menjadi permasalahan. Seperti konflik norma aturan yang tumpang tindih membuat kerja Bawaslu dalam pengawasan dan penindakan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
"Penyelenggaraan lembaga negara sepenuhnya bertindak profesional, punya sertifikasi tersendiri tentang penyelenggaraan Pemilu. Sehingga masukan kepada KPU dan Bawaslu orang-orang yang memiliki kapasitas." Harapnya.
Dipaparkan Koordinator Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI. Terjadinya multitafsir Undang-undang sehingga tindakan tegas dalam politik uang dan kampanye terselubung tidak dapat dilakukan penyelenggara dengan adanya penafsiran Undang-undang yang melakukan hal tersebut.
Hal sama adanya celah hukum membuat Bawaslu tidak dapat menjalankan aturan, seperti kampanye di luar jadwal kampanye. Sisi lain kegiatan kampanye merupakan sosialisasi partai politik menurut penafsiran KPU.
"Penafsiran Undang-undang berbeda menyebabkan penyelenggara tidak tegas dalam menjalankan aturan. serta adanya celah hukum tidak bisa dijalankan Bawaslu." Tuturnya.
Dilanjutkan Koordinator Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI. Pemilu 2024 yang mencapai Rp. 66,3 Triliun di luar anggaran digunakan Polri, TNI, KPU, Bawaslu, pemerintah pusat dan daerah.
Menjadi Pemilu termahal ketiga di dunia serta banyak penyelenggara meninggal dunia. Sama pada Pilkada serentak dengan adanya Pilkada ulang beberapa daerah.
Sehingga harapan untuk efesien masih sulit terwujud. Untuk itulah perubahan Undang-undang Pemilu putusan MK Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah menjadi perdebatan DPR RI.
"Efisien yang diharapkan dari Pemilu, namun kenyataan tidak demikian. Terlebih di Pilkada dengan adanya Pilkada ulang. Sehingga diharapkan Pemilu mendatang dapat efesien." Sebutnya.
Sementara pemateri kedua Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI, Andi Zastrawati, menyebutkan. Permasalahan di Bawaslu dalam pelanggaran politik uang selalu muncul, begitupula masih terjadi dugaan jual beli suara.
Penanganan pelanggaran Aparatur Sipil Negara (ASN), dugaan keterlibatan Polri dan TNI. Namun sanksi tidak berujung, karena selalu terjadi pada Pemilu dan Pilkada, kendatipun partisipasi masyarakat.
"Pelanggaran Pemilu selau terulang, karena sanksi tidak berunjung." Harapnya.
Beberkan Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI. Penegakan hukum di Sentral Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri Bawaslu, kepolisian dan Kejaksaan.
Dengan banyak kasus dugaan pelanggaran Pemilu yang diperjuangkan Bawaslu. Namun, tidak dapat dilanjutkan, karena adanya perbedaan pandangan di Gakkumdu. Serta ada tekanan dari pihak tertentu yang berkuasa.
Sehingga perlu adanya reformasi Gakkumdu, dimana Bawaslu diberikan kewenangan untuk mengeluarkan putusan setiap kasus pelanggaran Pemilu atau Bawaslu melaporkan kasus dugaan pelanggaran Pemilu ke lembaga terkait dilanjutkan untuk memberikan putusan.
"Karena di Gakkumdu setiap laporan pelanggaran pemilu harus bersama Bawaslu, Polri dan Kejaksaan. Jika perbedaan pandangan, tidak bisa dilanjutkan. Maka itulah Gakkumdu direformasi dengan memberikan kewenangan Bawaslu memutuskan pelanggaran." Jelasnya.
Uraikan Tenaga Ahli Komisi 2 DPR RI. Tidak optimalnya kewenangan Bawaslu disebabkan sumber daya manusia dimiliki di bagian staf dan komisioner yang terpilih tidak berbasis hukum.
Padahal rekomendasi Bappenas harus diutamakan hukum agar memahami kinerjanya. Penegakan hukum yang dilakukan Bawaslu terhadap Undang-undang, membuat keputusan nya tidak melakukan penegakan hukum.
Berdampak kepada masyarakat merasa tidak mendapatkan keadilan, maka ke depan mempertahankan Gakkumdu dengan berbenah diri.
"Untuk optimalkan Bawaslu semestinya SDM dan Komisioner harus sarjana hukum untuk memahami kinerjanya. Sedangkan Gakkumdu semestinya direformasi dengan pembenahan." Lanjutnya.
Sedangkan pemateri Director Of Democracyand Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Nini Nur Hayati, menyebutkan. Evaluasi Penyelenggara Pemilu menjadi keharusan sebagai upaya penguatan kelembagaan Bawaslu.
Sebab berdasarkan pelaporan pelanggaran Pilkada Provinsi Jawa Barat merasa tidak mendapatkan keadilan dari Bawaslu.
Dengan melaporkan 50 dugaan pelanggaran Pilkada yang satu kasus tidak ada yang diproses oleh Bawaslu dengan berbagai alasan, diantaranya tidak cukup bukti.
Sehingga keberadaan Gakkumdu di Bawaslu seharus dibenahi dengan tidak ada lagi unsur dari Polri dan Jaksa dalam mengambil putusan hukum. Bahkan jika perlu dibentuk Badan Peradilan Pemilu.
"Banyak pelaporan dugaan politik yang melibatkan Gubernur Jabar, juga keterlibatan kades. Tidak ada diproses Gakkumdu, dengan alasan tidak terpenuhi unsur formil. Padahal sudah melakukan kajian pasal yang dilanggar. Maka itulah Gakkumdu perlu dibenahi." Ucapnya.
Diutarakan Director Of DEEP Indonesia. Terkait pengawasan partisipatif semestinya tidak ada persyaratan khusus bagi organisasi dan lembaga yang melakukan pengawasan di Pemilu.
Sehingga regulasi tentang lembaga pengawas dan pantauan Pemilu perlu diselaraskan.
Seperti yang dialami tidak diberikan rekomendasi dari penyelenggara menyebabkan tidak dapat melakukan pemantauan dan pengawasan Pemilu di Papua. Padahal aturan pengawasan sudah terpenuhi persyaratannya.
"Regulasi tentang lembaga pemantau dan pengawas Pemilu perlu dibenahi juga, agar semua lembaga dapat ikut menjadi bagian pemantauan dan pengawasan Pemilu." Lugasnya.
Pemateri terakhir Ketua KPU Provinsi Sulawesi Barat periode 2018-2023, Rustang, menegaskan. Evaluasi pengawasan Bawaslu harus dilakukan secara internal dengan memahami dan mengetahui masing-masing tanggung jawab Bawaslu.
Langkah ini agar kepercayaan masyarakat kepada Bawaslu semakin meningkat. Sehingga putusan yang dikeluarkan sesuai aturan berlaku tidak berpihak kepada kelompok tertentu.
"Intinya Bawaslu harus sadari diri, bekerja sesuai aturan berlaku. Tidak berpihak di kelompok mana pun." Urainya.
Pada acara tersebut dihadiri sejumlah KPU Kabupaten Polman, sejumlah organisasi perangkat daerah pemerintah Kabupaten Polman, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kepemudaan, organisasi keragaman, pengiat demokrasi dan sejumlah media masa cetak, online dan elektronik.
Penulis : Nadi