![]() |
Bibit kakao bantuan Disbun Sulbar yang didistribusikan dalam keadaan rusak. (Foto : Ahmad Gazali). |
PolewaliTerkini.Net - POLMAN - Pengadaan bibit kakao unggul senilai Rp. 28,1 Miliar milik Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat (Disbun Sulbar) Tahun anggaran 2025 menuai sorotan tajam.
Pemenang tender, CV Aysando Utama, disebut bukan merupakan perusahaan penangkar bibit kakao, melainkan hanya membeli bibit dari berbagai penangkar di wilayah Sulawesi.
CV Aysando Utama yang beralamat di Makassar, Sulawesi Selatan, memenangkan tender untuk penyediaan sebanyak 1,7 juta bibit kakao sambung pucuk.
Namun, untuk memenuhi kuota tersebut, perusahaan ini membeli bibit dari sejumlah penangkar, termasuk dari penangkar lokal di Kabupaten Polewali Mandar (Polman).
Penyaluran tahap awal menyasar 210 kelompok tani di wilayah Polman. Dari sekitar 500 ribu bibit yang telah disalurkan, ribuan bibit dilaporkan mengalami kerusakan.
Pantauan di lapangan menunjukkan kondisi bibit banyak yang layu, kering, ranting patah, hingga berubah warna menjadi kuning kecokelatan. Kondisi ini dikhawatirkan membuat bibit mati sebelum ditanam.
Selain itu, sebagian bibit kakao juga diduga tidak sesuai spesifikasi pekerjaan dalam kontrak. Tidak semua bibit merupakan hasil sambung pucuk, sebagaimana yang dipersyaratkan.
Situasi ini menimbulkan dugaan adanya praktik mark up harga dalam proyek tersebut.
Aktivis anti korupsi Sulbar, Arfan, mempertanyakan proses pemilihan penyedia dan dasar penetapan harga satuan bibit yang mencapai Rp. 16.500 Per pohon dalam Pagu.
"Kuat dugaan ada kongkalikong untuk memenangkan tender ini. Perusahaan pemenang bukan penangkar bibit, lalu apa dasar PPK membuat pagu anggaran sebesar itu, sementara di daerah lain harganya tidak seperti itu?.' Tegas Arfan. Rabu, 08 Oktober 2025.
Dia juga meragukan kemampuan Disbun Sulbar memastikan bibit yang disalurkan sesuai varietas yang dipersyaratkan, yakni varietas 25 dan 45, atau klon MCC 02 dan Sulawesi 2.
Sebab bibit kakao bantuan yang diterima petani di Polman, ditemukan ribuan bibit dalam keadaan rusak.
"Bagaimana Pemprov bisa memastikan bibit sambung pucuknya berasal dari Kolaka atau penangkar lokal? Apakah CV Aysando menawarkan pada PPK melalui e-katalog sesuai RUP yang diumumkan Disbun Sulbar?." Tambahnya.
Sebelumnya, Direktur CV Aysando Utama, Sukma, membenarkan bahwa perusahaannya tidak memiliki penangkaran sendiri.
Dia lanjutnya, membeli bibit kakao dari CV Wahana Multi Cipta di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, dan dari beberapa penangkar lainnya.
"Tidak ada penangkaran yang mampu menyediakan dalam jumlah besar. Saya membeli seluruh bibit dari penangkar lalu berkontrak dengan Pemprov Sulbar. Karena satu mata anggaran, tidak mungkin dipecah-pecah." Ujarnya.
Namun, Sukma enggan menyebut harga satuan per bibit maupun daftar kelompok tani penerima bantuan, dengan alasan dokumen tersebut merupakan milik Disbun Sulbar.
"Saya hanya penyedia melalui e-katalog. Untung Dinas dapat penyedia yang bisa siapkan bibit sebanyak ini." Ucapnya.
Untuk menutup kebutuhan jumlah bibit, CV Aysando Utama juga membeli sebagian bibit dari CV Abizard di Polman.
Sistem pembelian bibit kakao ke CV Wahana dilakukan dengan panjar atau uang muka.
Namun, hingga kini perusahaan penangkar bibit tersebut belum dilunasi pembayarannya oleh CV Aysando Utama.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, hingga kini belum ada satu pun penangkaran bibit kakao di Polman yang bersertifikat dari Kementerian Pertanian (Kementan), sesuai syarat spesifikasi pekerjaan pengadaan bibit kakao.
"Belum ada penangkaran bibit kakao bersertifikat di Polman. Kalau pun ada, jumlahnya tidak banyak, paling sekitar 5 ribu bibit." Ungkap salah satu Kepala pemasaran penangkar bibit kakao di wilayah Sulawesi yang enggan disebutkan namanya.
Kasus pengadaan bibit kakao senilai Rp. 28,1 Miliar ini menjadi sorotan publik, karena menyangkut dana besar dan proyek strategis untuk sektor perkebunan di Sulbar.
Selain masalah kualitas bibit, dugaan penyimpangan dalam proses tender dan penetapan harga juga semakin menguat.
Sejumlah kalangan mendesak Inspektorat Provinsi Sulbar dan Kejaksaan Tinggi Sulbar turun tangan dan responsif, menyelidiki dugaan pelanggaran dalam proyek bernilai fantastis ini.
Laporan : Ahmad Gazali